Selasa, 05 Agustus 2008

Saat Begitu Dekat .....

Dalam hidup manusia sering mengalami kondisi dimana Sang Pencipta terasa begitu dekat dan sayang kepada hambanya , entah melalui peristiwa menyenangkan ataupun peristiwa sedih. Itu bisa merupakan teguran , ujian atau bahkan balasan dosa atas apa yang kita perbuat . Yang jelas kita harus mampu mengeja teguran ini sebagai kuasa dan keagungan Penguasa Alam Semesta dan dihadapanNya manusia adalah “nothing ...”.

Kala badai menerjang....
Saat itu saya harus segera bertolak ke suatu daerah di Maluku Utara . Tidak ada jalur udara ataupun jalur darat ke daerah itu hingga jalur lautlah satu – satunya akses . Dengan menumpang kapal pengangkut minyak sayapun berangkat dari ujung pulau Sulawesi . Saya adalah tamu istimewa dikapal itu terbukti kepala juru mesin kapal rela memberikan kamarnya untuk saya tempati sedang beliau lebih memilih di ruangan kemudi.

Kapal berangkat menembus luas lautan yang mulai ditelan gelap malam yang tidak terlalu cerah namun juga tidak terlalu buruk . Saya santai dikamar hingga sekitar tengah malam dikejutkan oleh kapal yang berguncang keras . Kulihat diluar kamar , angin kencang bertiup luar biasa sehingga menimbulkan gelombang tinggi . Kilat terus menjilati lautan laksana lidah panjang naga , disertai guntur yang membuat hati makin ciut . Kulangkahkan kaki ke ruang kemudi , nampak kapten sedang serius mengamati gambar dilayar radar serta beliau menyarankan agar saya istirahat dikamar saja , karena kondisi seperti ini sudah biasa baginya sebagi pelaut .

Mata tak terpejam jua , sementara deru gelombang semakin keras, belum lagi suara reotan kayu (kapal ini terbuat dari kayu ) begitu keras seakan pasaknya akan terlepas dan perahu seakan mau pecah. Saya ambil semua identitas serta dompet dari tas dan kumasukkan dalam saku dengan harapan jika terjadi hal yang paling buruk ada orang yang dapat mengenali saya, sambil berdo’a untuk melanjutkan tidur.

Menjelang fajar nampak kapal merapat kepantai disebuah teluk kecil , kutanyakan pada kapten apakah kita sudah sampai tujuan . Kapten jawab belum karena saat ini kita sedang berlindung di teluk sambil menunggu badai reda . Sampai kapan ...cecarku penasaran , tidak bisa dipastikan paling besok dini hari baru bisa melanjutkan pelayaran . Ternyata diteluk itu telah ada beberapa kapal tradisional dari Pulau Buton berlabuh juga untuk menghindari badai, mereka mengangkut rempah dan keladi.

Jangan anda bayangkan bahwa kapal yang saya tumpangi sejenis dan sebesar kapal Kambuna , Kerinci atau bahkan sekelas Titanic .

Sisa perjalanan saya jalani dengan lebih tawakal sehingga terasa ringan, hingga dipagi yang cerah saya harus memutar jarum arloji satu jam lebih cepat yang menandakan saya sudah sampai di tujuan yang masuk dalam zona waktu indonesia timur .

Pengalaman laut yang luar biasa mencekam bagi saya pribadi yang dari kecil memang tidak biasa melihat air yang berjumlah banyak.


Satu mesinnya mati ....
Dilain waktu, pesawat kecil dengan kapasitas sekitar dua puluh orang kami tumpangi dengan tujuan Balikpapan , Kalimantan Timur . Perjalanan akan ditempuh kurang lebih satu jam , cuaca cerah sehingga terbang diatas hijaunya pulau Kalimantan terasa sangat indah . Penumpangpun ceria melihat liuk-an sungai dan hutan dibawah sana .

Hingga datang sekitar menit ke 15 , awak kabin keluar dari kokpit membawa berita dari kapten pilot bahwa mesin pesawat sebelah kiri mengalami gangguan sehingga harus dimatikan dan kapten memutuskan penerbangan dilanjutkan dengan menggunakan satu mesin disebelah kanan . Pesawat ini menggunakan baling – baling yang digerakkan oleh mesin dikedua sayapnya.

Penumpang diharuskan mengenakan sabuk pengaman dan bersiap serta berlatih posisi brace ( duduk merunduk memeluk lutut ) serta diharapkan tetap tenang ditempat duduk .

Empat puluh lima menit terasa sangat panjang dan lama dengan kondisi seperti itu. Tak ada lagi jepretan kamera memotret hutan tropis , semua penumpang sibuk dengan pikiran sambil nampak sekali khusuk berdo’a dengan keyakinannnya masing – masing. Bahkan ada seorang warga asing yang terkenal punya kultur materialistik soal keyakinan tertunduk diam sambil memejamkan mata. AC dalam kabin seakan tak mampu mendinginkan ruangan , terlihat keringat menempel di kening kami. Kulihat penumpang yang membawa anak kecil memeluk erat buah hati yang duduk disampingnya. Jika terbuka mata selalu tertuju ke arloji untuk melihat reaksi lambat jarum jam yang sedang “count down” . Saat harus berpandangan dengan sesama penumpang tak ada senyum walaupun dipaksakan diantara kami.

Tiba saat persiapan pendaratan , kami diharuskan pada posisi brace seperti yang sudah diperagakan tadi . Hampir lima menit posisi brace belum ada tanda pesawat sudah mendarat , sayapun coba angkat kepala untuk melihat kondisi sekitar tapi langsung dapat pelototan dari sang awak kabin yang memberi isyarat tangan agar saya tetap pada posisi . Tak berapa lama terasa hentakkan yang begitu keras seakan badan pesawat menghantam landasan yang mengakibatkan pesawat bergetar dan berisik . Kami seakan ditelan goncangan keras dan suara yang ribut dari badan pesawat .Suara keras dan getaran itu semakin menghilang seiring melambatnya laju pesawat di landasan pacu , kemudian pesawat menuju area parkir .
Dilandasan nampak petugas mulai dari pemadam kebakaran dan mobil emergency lebih banyak dari biasanya .

Awak kabin yang pertama kali berdiri dan tersenyum saat pesawat sudah benar – benar parkir untuk meyakinkan kepada kami bahwa penerbangan sudah bisa diselesaikan dengan selamat . Kami semua bersalaman dan mengucap syukur yang dalam , dan saat menuruni pesawat kapten pilot menunggu kami dibawah tangga sambil menyalami serta mengucapkan terima kasih kepada kami.

Dalam bus menuju ruang tunggu kedatangan kami masih saling adu cerita pengalaman saat diatas tadi , disertai analisa amatiran tentang kemungkinan – kemungkinan terburuk , namun demikian diakhir cerita disertai ledakan tawa.

Manusia memang perlu diuji dengan rasa takut agar selalu ingat dan berserah diri pada Rabb-nya.

Wassalam,
Raf

6 komentar:

  1. Saya ikut tercekam membaca pengalaman anda.Memang dikala musibah kita begitu dekat, kalau dah senang kadang lupa lagi.
    Senang yang begitu dekat bisa dirasakan sewaktu naik haji, anda bisa merasakan tiada hijab antara anda dan yang Maha.
    Wass

    BalasHapus
  2. Selama kita masih diberi nafas kehidupan, ujian silih berganti, sebagai insan beriman tak perlu khawatir, karena Allah SWT akan memberikan yang terbaik untuk kita. Ora et labora, Amin...

    BalasHapus
  3. u/ Wak --> betul Pak, yang paling sulit memang menjaga kedekatan hati dalam setiap situasi , do'akan Pak yaa..agar saya dapat segera merasakan kedekatan yang menyenangkan seperti pengalaman Bapak di padang arafah ..

    u/ Mbah --> terima kasih nasehatnya semoga kita semua selalu diberi kekuatan selama mengemban misi " hidup di dunia "

    wassalam,
    Raf

    BalasHapus
  4. kehidupan terkadang memberi sedikit waktunya untuk kita menyaksikan batasnya

    BalasHapus
  5. Betul Pak Paromo , apalagi kalau kita sampai menutup mata dan hati , sangat sulit melihat garis batas ..terimaksih..

    BalasHapus
  6. Disinilah mata pelajaran Pasrah mulai dipraktekkan, karena yang bisa dilakukan hanya dua kata, yakni berdoa dan pasrah, mau apa lagi ????

    BalasHapus