Jumat, 09 Januari 2009

Ksatria Itu Pilih Tanding

Konon pihak Kurawa panik luar biasa di medan kurusetra begitu mengetahui senopati andalan yang juga sesepuh wayang Resi Bisma dan juga Resi Durna sudah gugur di medan laga. Untuk mengatasi kekosongan senopati , sekaligus bertujuan balas dendam terhadap Pandawa pihak Kurawa mengangkat ksatria sakti mandraguna yaitu Adipati Karna , Raja kecil di Awangga.

Adipati Karna segera menuju medan tempur sambil berujar bahwa dia hanya ingin bertempur dengan saudaranya Bima ataupun Arjuna. Maka bagi anda yang merasa sebagai wayang bukan dengan nama Bima atau Arjuna dipersilahkan minggir, jika tidak, sebagai senopati Adipati Karna tidak bertanggung jawab atas keselamatan jiwa yang bersangkutan.

Pertama yang menghadang adalah Raden Sanjaya, namun dengan halus Adipati Karna bilang bahwa engkau bukanlah lawanku Sanjaya, maka menyingkirlah kecuali engkau memang menghendaki. Mengetahui Sanjaya nekat menghadang , sang senopati tidak mau buang waktu maka dengan sekali gebrak terkaparlah Sanjaya

Kemudian ksatria Pringgodani Gatotkaca gantian menghadang, namun senopati Karna tidak menghiraukannya dan terus memerintahkan pasukan untuk maju. Akan tetapi karena Gatotkaca banyak merusak formasi pasukan Kurawa , maka senopati Karna terpaksa melepas senjata andalan agar tidak berlama – lama. Dan Gatotkaca pun dikemudian hari tercatat di museum perjuangan negeri Amarta sebagai satu dari banyak pahlawan.

Melihat pasukan Pandawa kocar – kacir , Srikandi berusaha menganalisa apa yang terjadi dan segera terjun langsung menjemput sang senopati. Adipati Karna kaget luar biasa begitu tahu yang dihadapannya adalah adik ipar sang senopati , bukan Arjuna suami Srikandi yang sedang dicarinya. Setelah sedikit basa – basi, senopati terus melenggang dan enggan sama sekali bertempur dan membiarkan Srikandi jumpalitan sendiri dengan jurus – jurus mautnya. Merasa dicuekin Srikandi tersinggung berat , maka dia langsung sesumbar kepada Adipati Karna bahwa tak mungkin dia bertemu Arjuna jika saja Srikandi masih di medan laga. Adipati Karna terdiam dan nampak berpikir apa yang akan diperbuat dihadapan Srkiandi. Jika saja dia seperti dua jagoan diatas tentulah senopati tidak ragu untuk menghabisinya, namun mengalahkan Srikandi tentulah “ kalah wirang , menang ora kondang “ begitu prinsip sang senopati barangkali. Tiba – tiba senopati dapat satu ide brilian, dia tidak akan membunuh Srikandi tapi hanya akan membuat shockterapi Srikandi agar dia mau mundur dari pertempuran, Maka segera dibentangkanlah gandewanya dan tentu saja Srikandi senang luar biasa melihat tantangannya dipenuhi. Tapi gantian sekarang Srikandi yang kaget, karena sasaran tembak sang senopati ternyata bukan dada atau leher nya yang sudah dibentengi dengan baja tahan rudal tapi malah memangkas rambut hitamnya yang ikal mayang dan panjang trurai sehingga menjadi sangat pendek. Bayangkan rambut hitam yang saat itu sedang jadi trend dan sering dijadikan model iklan shampo tiba – tiba terpotong pendek mirip gaya rambut Demi Moore. Karena pada jaman itu wanita dengan gaya rambut pendek belum menjadi mode, maka Srikandi merasa sangat malu dan sambil uring – uringan kabur keluar arena mencari belahan jiwanya Arjuna untuk mengadu. Sang Senopati tersenyum puas ternyata menyelesaikan perbedaan itu tidak musti dengan pertumpahan darah ............

Andai saja lakon diatas dipentaskan dan ditonton oleh satu bangsa di timur tengah yang sedang melakukan agresi mungkin saja ceritanya tidak sekelam yang diberitakan hari ini. Bayangkan !!! jemparing - jemparing berhulu ledak nuklir itu menghambur ke segala arah sesuka si penembak. Sasaran itu bisa berupa rumah sakit , hotel , terowongan , tenda bantuan sosial dan rakyat sipil pun jatuh jadi korban.

Senopatinya pun bertindak jauh dari simpatik berperang. Bala bantuan makanan dihalangi, bantuan obat – obatan dipersusah , konvoi relawan kemanusiaan diteror, bahkan badan dunia sekelas PBB terpaksa harus menghentikan supplai bantuan kemanusiaan karena kawatir serangan rudal. Walau tindakan ini banyak menuai kecaman dari segala penjuru dunia, namun senopatinya tetap cuek saja.

Mudah mudahan semua hikmah mampu kami cerna, dan Yang Maha Kuasa memberi perlindungan dan kesabaran kepada kami dan saudara – saudaraku di seluruh dunia. Dan dibukakan matahati yang merasa punya kuasa untuk melihat bahwa menyelesaikan masalah tidak harus dengan menumpahkan darah. Amin....

8 komentar:

  1. dik kapan bisa kolaborasi sama ki paromo? saya sanggup lo jadi manajer nya.
    baguus.... maju terus!!

    BalasHapus
  2. dik kapan bisa kolaborasi sama ki paromo? saya sanggup lo jadi manajer nya.
    baguus.... maju terus!!

    BalasHapus
  3. Iya nih Pak, pengin kolaborasi sama Ki Paromo, tapi aku cari2 Ki Paromo belum tampak , entah kemana Beliau ...? Mgkn sedang bertapa cari wahyu' Senopati'

    BalasHapus
  4. Salam kenal kembali Mas, Har....

    terima kasih sudah singgah

    BalasHapus
  5. Ceritera wayang tetap masih relevan dengan kehidupan manusia, bagus sekali lakonnya mas. Ditunggu lakon yang lain. Trims

    BalasHapus
  6. @Mbah Suro : iseng saja Mbah, lakon wayangnya semau yg punya blog tanpa pakem..he..he..he...

    BalasHapus
  7. mantap deh...........

    BalasHapus