Senin, 30 Juni 2008

Abstain

Menyimak hasil pilgub Jateng dimana angka suara yang tidak digunakan atau bahasa ekstremnya golput hingga menembus angka diatas 40 persen adalah luar biasa . Tanda tanya besar ada apa , terus mencuat pada orang awam seperti saya .

Trend abstain memang masih tinggi , Jabar diberitakan sekitar 35 persen , Sumut juga dengan angka sama , sedangkan Kaltim dikabarkan mencapai angka 34 persen dan memaksa putaran dua digelar . Kini Jateng muncul dengan angka fantastik sekitar 45 persen . Tentu angka – angka diatas tidaklah mutlak kebenarannya pasti ada deviasinya ,dan jika anda menemukan angka yang berbeda bisa disimpulkan sumber yang kita ambil berbeda .

Abaikan validitas data , kita simak hal menarik fenomena tidak turut serta yaitu sepertiga jumlah pemilih lebih baik abstain . Saya sendiri tidak melakukan penelitian ilmiah yang njlimet mencari rootcause dari sikap abstain , tapi setidaknya saya sempat berbincang dan mendengarkan pendapat seseorang yang memilih tidak menggunakan hak pilihnya .

Tidak memberi pengaruh langsung
Kondisi perekonomian nasional yang masih penuh gejolak bagi sebagian pemilih tidak begitu percaya bahwa penguasa baru akan bisa membuat perubahan mendasar . Disamping juga beberapa pemilih menghubungkan kepentingan pribadinya apakah akan terakomodir oleh pemerintahan baru . Dua alasan diatas banyak dikemukakan oleh kalangan menengah yang memilih tidak menggunakan haknya .

Selanjutnya melihat program kerja yang disampaikan semasa kampanye yang cenderung klise dan masih bersifat “high level programme” juga menjadi pemicu ketidak pedulian pemilih . Seperti janji kemakmuran rakyat , kemajuan pembangunan dan sejenisnya adalah sulit dilihat tolok ukur dan spesifikasinya .

Duplikasi identitas
Walaupun prosentase kontribusinya kecil namun duplikasi identitas turut berperan terciptanya abstain suara . Memang administrasi di negara kita memungkinkan kita punya identitas ganda . Banyak hal yang memaksa seseorang mempunyai duplikasi identitas . Sangat kecil kemungkinan seseorang yang punya identitas ganda memilih didua tempat , kecuali disengaja .

Seharusnya
Andaikan anda sebagai pemenang suatu proses pemilihan hendaknya anda melihat angka abstain yang begitu tinggi menjadi sesuatu yang penting . Bagaimana tidak kalau lebih sepertiga jumlah pemilih tidak peduli siapa yang akan menjadi pemimpin mereka . Dalam sistem pemerintahan republik ( kembali kepada rakyat ) seharusnya ada tindak lanjut nyata , apa yang menjadi alasan mereka abstain . Ini penting untuk menjadikan pembangunan tepat sasaran .

Kita sudah bermimpi mempunyai pemimpin yang kaya akan hati , penuh keteladanan dalam bersikap , bertindak , dan membuat kebijakan .

Dan selalu mengingat bahwa janji yang diumbar saat kampanye bukanlah lip service belaka , namun ada bukti kongkritnya dan harus dipertanggungjawabkan secara moral baik kepada sesama manusia terlebih kepada Tuhan Alam Semesta .

Kebhinekaan partai janganlah dijadikan kekuatan untuk saling mendorong dan menjatuhkan , tapi jadikanlah sebagai rahmat karena kita bisa melihat suatu problema dari berbagai sudut pandang anak negeri . Kepentingan dan kemaslahtan umum harus dikedepankan .

Wassalam,
span>

10 komentar:

  1. Padahal waktu sekolah tidak diajari abstain.
    Memang paradox apa2 yg ada dikelas.
    Mbolos jelek dimasyarakat 45% abstein.
    Mencuri jelek dimasyarakat yg korup makmur hidupnya.
    Berkelahi, merusak, pornografi, pornoaksi dikelas katanya jelek... dimasyarakat tiap hari malah jadi bahan penggaotan.
    Janji dikelas harus ditepati... dimasyarakat bahan untuk membius orang.
    Wajar kalau banyak orang abstein.

    BalasHapus
  2. enaknya bikin partai abstain wae,
    kalo ada pilkada mencalonkan jaelangkung

    jangan-jangan malah banyak yang milih
    bangsa tuyul dan ngepet-ngepet...
    *komen gak ilmiah blas*

    BalasHapus
  3. Pak Guru , menarik benang merah kondisi masyarakat dan sekolah memang paradoks dan sedikit ironis , untuk itu saat ini model sekolah terpadu banyak sekali bahkan untuk tahun ajaran ini banyak yang menolak calon siswa karena melbihi kapasitas kelas.

    Model sekolah ini memang jadi pilihan karena menggali semua quotient anak didik.

    Pak Paromo ,
    Ide Bapak sudah diakomaodir , melalui kemungkinannya diperbolehkan calon indipenden dari luar partai . alternatif cukup bagus , karena tokoh yang sudah benar2 kerja namun enggan bergabung ke partai karena berbeda konsep punya kesempatan maju .

    Mudah2an bisa mengurangi angka abstain dikemudian hari. Amin

    BalasHapus
  4. yg repot kl calon indep td ternyata 'didukung' pengusaha yg nantiny akan menagih kompensasi atas 'dukungan' yg pernah diberikan
    yaaa, sama saja,,,,,,

    BalasHapus
  5. aih,
    kadang ketidak percayaan pada pemerintah, menyebabkan kita tidak peduli lagi pada apa yang dilakukan pemerintah. Yah, seperti saya, kalo saya enggak setuju pada tindakan pemerintah, protes juga enggak ada gunanya. Kalo saya milih seseorang, dan orang itu dikemudian hari akan mengecewakan saya, saya juga enggak bisa protes. lha wong sudah kebacut. Yang ada juga saya menyalahkan diri saya sendiri, kok ya kemarin saya milih dia. karna saya enggak mau disalahkan, ya saya absatin saja. meski itu enggak diajarkan di sekolah. haha.

    BalasHapus
  6. aih,
    kadang ketidak percayaan pada pemerintah, menyebabkan kita tidak peduli lagi pada apa yang dilakukan pemerintah. Yah, seperti saya, kalo saya enggak setuju pada tindakan pemerintah, protes juga enggak ada gunanya. Kalo saya milih seseorang, dan orang itu dikemudian hari akan mengecewakan saya, saya juga enggak bisa protes. lha wong sudah kebacut. Yang ada juga saya menyalahkan diri saya sendiri, kok ya kemarin saya milih dia. karna saya enggak mau disalahkan, ya saya absatin saja. meski itu enggak diajarkan di sekolah. haha.

    BalasHapus
  7. Pak Paromo,
    Betul sekali , bentuk dukungan yang berimbas kompesasi sangat mempengaruhi kemandirian calon terpilih ataupun partai pemenang dan ujung2nya kebijakan yang dibuat saat berkuasa cenderung berpihak kearah pemberian kompensasi.

    Mbak Ika,
    Betul ,kepercayaan memang menjadi isue penting dalam era perpolitikkan saat ini , memberi amanah kepada seseorangpun harus betul2 kita ketahui kapabilitasnya.

    BalasHapus
  8. nek aku sih mergo adoh ning Jakarta, dadi arep mulih kakehan biaya.

    Ning ugo semangat nyoblos ki wis sudo banget. bedo karo 1997, 1999 biyen, menangi semangat anyar kanggo perubahan Indonesia sing luwih apik.

    Nyatane kahanan negoro durung iso koyo sing dikarepake. sabar - sabar. Tapi aku ora ndukung golput lho.

    BalasHapus
  9. Aku juga bukan golput ...cuma masih puasa berpolitik ( halah ..yo podo wae ...ngaku juga ...hik..hik.. )

    Puasaku batal pertama saat temanku maju caleg , syukur koncoku yg batalin puasaku saiki yo isih duduk manis di gedung dewan ...mudah2an ybs amanah ....

    BalasHapus