Minggu, 26 Oktober 2008

Yustisi

Operasi yustisi yang dilakukan oleh salah satu pemkot di Indonesia menyisakan banyak cerita . Disatu sisi operasi tersebut diperlukan agar kota tidak terkontaminasi oleh warga yang tidak teregistrasi dengan jelas dan memberikan jaminan kenyamanan tinggal bagi warga yang sudah menetap. Jadi bisa dikatakan untuk tertib administrasi kependudukan .

Prokontra kemudian muncul saat operasi tersebut juga dimaksudkan untuk menghadang laju urbanisasi ke kota tersebut . Saya katakan itu hanyalah psywar saja , tidak akan membuahkan suatu yang benar – benar sesuai harapan pemkot . Karena masalah sosial yang saat ini terjadi di kota tersebut mustahil bisa diselesaikan hanya lewat sebuah operasi yang insidentil tanpa tindak lanjut dan komitmen.

Untuk berkembang tidak mungkin kota tersebut memberlakukan kebijakan tertutup bagi pendatang , serta tidak mungkin juga memberlakukan persyaratan khusus seperti pendidikan dan keahlian bagi calon pendatang.

Masalah sosial yang timbul justru dipicu dari dalam , misalnya soal penggusuran hunian liar bisa terjadi karena tindakan kurang cepat dari pihak berwenang saat melihat bangunan yang menyimpang . Dan bahkan berita mengabarkan ada warga yang mengantongi ijin saat mendirikan banguan diatas tanah yang bukan haknya .

Jika saja kue di kota tersebut tidak memberi janji dan peluang tentu saja kemungkinan besar warga yang datang tidak betah harus berjibaku dengan keadaan . Artinya akan berlaku seleksi alam yang lebih nature dan tentu sesuai hukum dan asas kemanusiaan.

Menghadang laju urbanisasi bukanlah penyelesaian dari akar masalah yang sebenarnya . Masih banyak sekali tersimpan misteri dibawah gunung es mengapa orang memilih menjadi urban.

Pemerataan pembangunan disemua daerah di negeri ini juga masih jauh dari harapan . Penguasa daerah masih sibuk dengan politik . Sistem pemilihan penguasa juga masih belum menunjukkan efisiensi dana.

Selanjutnya sebagai negara agraris , keberpihakan penguasa terhadap petani dan produksinya juga masih bisa dikalahkan oleh distributor dan pelaku pasar lain yang berlaku kurang adil . Kasus menghilangnya pupuk subsidi dipasar , jatuhnya harga komoditas saat musim panen , mahalnya harga obat tanaman adalah contoh kecil realita kehidupan pada pondasi ekonomi utama bangsa. Bagaimana generasi berikutnya akan menekuni profesi tersebut kalau saja sistemnya sangat susah dipahami …?

Satu dari sekian tentu memilih menjadi urban dengan harapan yang lebih baik. Jadi bagi pemkot , tolong hargai urban , lakukan secara manusiawi , beri kami pemahaman tentang kota dan pengembangannya serta masalah yang mengikutinya , jalin kerjasama antar daerah untuk mempercepat pemerataan pembangunan , desak pemerintah pusat agar efisiensi dana sehingga uang negara bisa dimaksimalkan untuk pembangunan kemakmuran rakyat .

Menjadi urban bukan salah kami, kalau kami tidak tertib itu baru salah kami …

2 komentar:

  1. Benar dik apa yang disampaikan. Itung2 setelah setengah abad di dunia ini, ganti ktp sudah belasan kali. Bayangkan dalam 40 th, tiap 3 th ganti, jadi ya minimal 12 kali. ( proyek ni ye? ) kalikan saja sekian juta orang.
    Mestinya ktp bisa sekali seumur hidup, kecuali jempol tangan kiri hilang. Kan sidik jari bisa diganti kode digital. Jadi kemana2 bisa sebagai identitas yang tidak terpalsukan.
    Penggunaanya terserahlah.
    Wass.

    BalasHapus
  2. iya nih Pak , KTP nasional saja pada tahap penggunaannya tidak bisa bersifat nasional, pada kondisi2 tertentu KTP tsb masih belum bisa dimaksimalkan

    BalasHapus